Marlboro tidak berhenti hanya di pasar amerika, namun memperluas jaringannya keseluruh dunia dengan tetap mengusung image 'marlboro man'-nya dan pada tahun 1972 Marlboro telah menjadi rokok dengan penjualan terbesar di dunia.
Saat rokok Marlboro masuk Indonesia namun secara harga tak terjangkau oleh kelas tertentu. Maka suatu kelompok minoritas yang bergerak di Industri rokok berpikir untuk mengekor jejak Marlboro. Terinspirasi dengan rokok Marlboro yang terkenal (dominan), rokok lokal yang tak dikenal membuat kemasannya menyerupai Marlboro.
Beberapa usaha meniru kemasan rokok Marlboro terlihat jelas walau Merk Marlboro dicarikan kata yang dikenal masyarakat namun dengan panjang kata dan kesan yang hampir sama sehingga dipilih kata Malioboro, yaitu sebuah nama alun-alun dan tempat wisata yang terkenal di Jogjakarta. Namun apabila Anda tidak benar-benar membaca perhuruf kata tersebut sungguh-sungguh terlihat seperti Marlboro.
Logo kuda PM, yang merupakan logo perusahaan pemilik merk Marlboro, Phillip Moris, diganti dengan singa dengan huruf M, yang mungkin merupakan inisial perusahaan pemilik merk Malioboro atau sekedar inisial dari merk Malioboro itu sendiri.
Kemudian semboyan vini vidi vici di bawah logo PM juga diganti dengan kata kretek filter, yang merupakan deskripsi produk dalam kemasan. Terlihat disini semboyan Vini vidi vici yang berarti ‘saya datang, saya lihat dan saya menang’ tak berarti apa-apa untuk merk Malioboro dan juga target marketnya. Kata-kata ‘kretek filter’ justru dinilai lebih bermakna.
Tambahan 5 bintang diatas modifikasi logo Phillip Moris versi Malioboro diperkirakan merupakan hasil pengaruh negosiasi dari merk lokal yaitu rokok Dji sam soe, yang juga merupakan merk yang kuat dalam pasar rokok di Indonesia.
Seperti juga yang dapat kita lihat pada rokok merk Metalika yang juga membuat variasinya sendiri dari adaptasi kemasan Marlboro, yaitu dengan menambahkan kata ‘jaya’.
Metalicca sendiri adalah sebuah group musik bearaliran metal yang terkenal pada tahun 80-90an. Mungkin maksud dari pembuat kemasan adalah untuk menggabungkan dua elemen yaitu rokok dan musik.
Tampaknya mengubah merk kemasan yang dominan untuk kemasan merk yang tidak terkenal adalah sesuatu yang umum dan bukan hanya merk Malioboro saja yang melakukan, tapi juga banyak merk sub-ordinat lainnya.
Negosiasi ini dilakukan sebagai bentuk negosiasi terhadap kultur masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, sehingga rokok Malioboro meng-inkorporasi nilai-nilai yang ada pada masyarakat dengan mengubah bentuk segitiga menjadi bentuk stilasi kubah mesjid.
Angka 50 diatas juga tampak menarik menggantikan logo M yang terinspirasi dari logo Phillip Moris. Tampaknya kemasan rokok Malioboro mulai berubah menjadi berbeda dengan kemasan Marlboro sebagai pengaruh awalnya.
kemasan Malioboro mulai meng-inkorporasi budaya dan nilai ideologis masyarakatnya akhirnya menunjukkan variasi khas-nya yang mengadopsi konten lokal daerah asalnya, yang berbeda dari merk Marlboro itu sendiri.
Gabungan negosiasi dari maksud dan tujuan awal pembuat kemasan Malioboro dengan penggabungan nilai lokal masyarakat yang mengkonsumsi merk Malioboro tersebut merupakan suatu proses yang terjadi terus menerus antara Merk Marlboro sebagai kekuatan dominan yang mempengaruhi desain kemasan Malioboro dan Malioboro itu sendiri dengan resistensinya sebagai merk lokal yang memiliki selera-nya sendiri.
Jika membandingkan rokok Marlboro dengan Malioboro tampak jelas bagaimana Marlboro sebagai merk yang lebih dominan dapat mempengaruhi kemasan rokok Malioboro, namun pada akhirnya berbagai negosiasi yang dilakukan membuat rokok Malioboro pun bergerak menjauh dari pengaruh dominan Marlboro dan mungkin suatu saat akan menemukan autentisitasnya sendiri.
Referensi:
http://www.pmi.com/eng/about_us/pages/our_history.aspx
http://www.rochester.edu/College/ANT/faculty/foster/ANT226/Spring01/papers/jaffe_imagery.html
http://www.pmi.com/marketpages/Pages/market_id_id.aspx
http://id.wikipedia.org/wiki/Veni,_vidi,_vici