Tuesday, January 17, 2012

Studi kasus Hegemoni: Rokok Malioboro

Rokok Marlboro muncul pertama kali tahun 1847 dengan target awal pasar wanita. Kemudian pada era tahun 50-an Marlboro mengubah target marketnya menjadi pria dan untuk mendukung komunikasi merk Marlboro sebagai rokok pria amerika, dipilihlah image cowboy Amerika. Image cowboy ini tampil sebagai simbol yang mempresentasikan idealisme pria amerika yang maskulin, matang, bekerja keras, dinamis, aktif. Baiknya tanggapan pasar terhadap iklan cowboy Marlboro tersebut membuat image tersebut ditetapkan sebagai ikon Marlboro.

Marlboro tidak berhenti hanya di pasar amerika, namun memperluas jaringannya keseluruh dunia dengan tetap mengusung image 'marlboro man'-nya dan pada tahun 1972 Marlboro telah menjadi rokok dengan penjualan terbesar di dunia.


Saat rokok Marlboro masuk Indonesia namun secara harga tak terjangkau oleh kelas tertentu. Maka suatu kelompok minoritas yang bergerak di Industri rokok berpikir untuk mengekor jejak Marlboro. Terinspirasi dengan rokok Marlboro yang terkenal (dominan), rokok lokal yang tak dikenal membuat kemasannya menyerupai Marlboro.



Beberapa usaha meniru kemasan rokok Marlboro terlihat jelas walau Merk Marlboro dicarikan kata yang dikenal masyarakat namun dengan panjang kata dan kesan yang hampir sama sehingga dipilih kata Malioboro, yaitu sebuah nama alun-alun dan tempat wisata yang terkenal di Jogjakarta. Namun apabila Anda tidak benar-benar membaca perhuruf kata tersebut sungguh-sungguh terlihat seperti Marlboro.

Logo kuda PM, yang merupakan logo perusahaan pemilik merk Marlboro, Phillip Moris, diganti dengan singa dengan huruf M, yang mungkin merupakan inisial perusahaan pemilik merk Malioboro atau sekedar inisial dari merk Malioboro itu sendiri.

Kemudian semboyan vini vidi vici di bawah logo PM juga diganti dengan kata kretek filter, yang merupakan deskripsi produk dalam kemasan. Terlihat disini semboyan Vini vidi vici yang berarti ‘saya datang, saya lihat dan saya menang’ tak berarti apa-apa untuk merk Malioboro dan juga target marketnya. Kata-kata ‘kretek filter’ justru dinilai lebih bermakna.

Tambahan 5 bintang diatas modifikasi logo Phillip Moris versi Malioboro diperkirakan merupakan hasil pengaruh negosiasi dari merk lokal yaitu rokok Dji sam soe, yang juga merupakan merk yang kuat dalam pasar rokok di Indonesia.


Seperti juga yang dapat kita lihat pada rokok merk Metalika yang juga membuat variasinya sendiri dari adaptasi kemasan Marlboro, yaitu dengan menambahkan kata ‘jaya’.

Metalicca sendiri adalah sebuah group musik bearaliran metal yang terkenal pada tahun 80-90an. Mungkin maksud dari pembuat kemasan adalah untuk menggabungkan dua elemen yaitu rokok dan musik.


Tampaknya mengubah merk kemasan yang dominan untuk kemasan merk yang tidak terkenal adalah sesuatu yang umum dan bukan hanya merk Malioboro saja yang melakukan, tapi juga banyak merk sub-ordinat lainnya.






Negosiasi ini dilakukan sebagai bentuk negosiasi terhadap kultur masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, sehingga rokok Malioboro meng-inkorporasi nilai-nilai yang ada pada masyarakat dengan mengubah bentuk segitiga menjadi bentuk stilasi kubah mesjid.


Angka 50 diatas juga tampak menarik menggantikan logo M yang terinspirasi dari logo Phillip Moris. Tampaknya kemasan rokok Malioboro mulai berubah menjadi berbeda dengan kemasan Marlboro sebagai pengaruh awalnya.

kemasan Malioboro mulai meng-inkorporasi budaya dan nilai ideologis masyarakatnya akhirnya menunjukkan variasi khas-nya yang mengadopsi konten lokal daerah asalnya, yang berbeda dari merk Marlboro itu sendiri.

Gabungan negosiasi dari maksud dan tujuan awal pembuat kemasan Malioboro dengan penggabungan nilai lokal masyarakat yang mengkonsumsi merk Malioboro tersebut merupakan suatu proses yang terjadi terus menerus antara Merk Marlboro sebagai kekuatan dominan yang mempengaruhi desain kemasan Malioboro dan Malioboro itu sendiri dengan resistensinya sebagai merk lokal yang memiliki selera-nya sendiri.

Jika membandingkan rokok Marlboro dengan Malioboro tampak jelas bagaimana Marlboro sebagai merk yang lebih dominan dapat mempengaruhi kemasan rokok Malioboro, namun pada akhirnya berbagai negosiasi yang dilakukan membuat rokok Malioboro pun bergerak menjauh dari pengaruh dominan Marlboro dan mungkin suatu saat akan menemukan autentisitasnya sendiri.


Referensi:

http://www.pmi.com/eng/about_us/pages/our_history.aspx

http://www.rochester.edu/College/ANT/faculty/foster/ANT226/Spring01/papers/jaffe_imagery.html

http://www.pmi.com/marketpages/Pages/market_id_id.aspx

http://id.wikipedia.org/wiki/Veni,_vidi,_vici

Friday, January 13, 2012

Politik Identitas Merk Keju di Indonesia


"parfummu dari paris
sepatumu dari itali
kau bilang demi gengsi
semua serba luar negerii..
manakah mungkin
mengikuti caramu yang penuh hura-hura

aku suka jaipong kau suka disco oo..oo..
aku suka singkong kau suka keju oo..oo..
aku dambakan seorang gadis yang sederhana
aku ini hanya anak singkong aku hanya anak singkong"

Demikianlah lirik lagu Singkong dan Keju yang dinyanyikan Gombloh di tahun 80-an, menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia saat itu yang lebih terbiasa makan singkong daripada keju. Tidak mudah bagi Kraft untuk memasarkan keju yang merupakan makanan asal amerika, dan bukan bahan makanan yang lazim dipakai pada masakan-masakan khas Indonesia.

Awalnya Kraft masih mengimpor produknya untuk dijual Indonesia, sehingga keju dipersepsikan sebagai makanan mewah.



Melalui proses joint venture dengan PT. Ultrajaya Milk & Trading Company di tahun 1994, keju kraft akhirnya mulai diproduksi di Indonesia. Kraft pun semakin mantap mendistribusikan produknya yang diproduksi lokal dengan bantuan distribusi Ultrajaya. Hal ini amat mendorong jangkauan penyebaran produk Kraft.

Hampir 20 tahun Kraft membangun budaya makan keju dan keju kini adalah makanan umum di Indonesia, lebih populer dari singkong bahkan. Kemasan produk Kraft kini cukup kuat di benak konsumen Indonesia sebagai warna dan kemasan yang diharapkan untuk produk keju.

Pendistribusian produk keju yang luas kini menggeser persepsi makanan mewah dari keju, dan keberadaan keju di dapur rumah kini adalah hal yang lazim, bahkan sampai ke gerobak-gerobak martabak di pinggir jalan pun kini banyak yang memakai keju Kraft. Kraft melihat hal ini sebagai kesempatan untuk branding gerobak martabak ini dengan harapan semakin mempopulerkan keju di Indonesia. Reputasi keju Kraft yang kuat di benak konsumen sebagai merk keju yang berkualitas secara tidak langsung juga mempengaruhi reputasi gerobak martabak tersebut dibandingkan dengan gerobak lain yang tidak mengusung nama Kraft di gerobaknya.


(image courtesy of: http://jurnaljakarta.files.wordpress.com)

Karena kuatnya Identitas warna biru kraft untuk produk keju dalam benak konsumen Indonesia maka, untuk sebuah merk produk keju yang baru masuk ke pasaran cara termudah untuk dikenali oleh target market adalah dengan ikut menggunakan popularitas biru kraft sebagai identitasnya, sehingga dapat dengan lebih mudah dikenali target marketnya sebagai produk keju. Seperti yang dilakukan oleh Diamond dan Chessy.

Tidak hanya warna biru saja, namu produk keju Diamond juga menggunakan pallete warna yang sama dengan produk Kraft, yaitu biru, kuning dan sedikit merah. Selain itu dalam usahanya untuk memperoleh persepsi yang sama dengan Kraft di benak konsumennya, Diamond juga menggunakan jenis font yang hampir sama untuk kata 'cheddar' di kemasannya, di posisi tengah yang sama, lengkap dengan ikon keju untuk menggantikan ikon sapi Kraft.



(Image courtesy of www.titanbaking.com)

Demikian pula dengan keju Cheesy yang juga memutuskan untuk menggunakan warna palette yang sama dengan Kraft namun lebih dominan di warna kuningnya, dengan jenis font yang berbeda namun masih tetap memberikan nuansa yang sama. Namun perhatikan merk Chessy dan Kraft, yang secara sekilas tampak sama.



Peniruan warna dan elemen untuk kemasan bukanlah hal yang baru, karena kemasan seringkali adalah hal utama yang dilihat konsumen saat akan membeli sebuah produk, karenanya produsen harus bisa mengenali pola yang ada dalam benak konsumen yang terkait dengan produknya dan menanamkan kembali atribut makna tersebut ke dalam benak target marketnya melalui kemasan produknya.


Kebanyakan konsumen datang ke supermarket dengan daftar belanja yang jelas untuk produk-produk yang biasa dipakainya. Konsumen umumnya tidak berlama-lama untuk memilih produk keju yang biasa diambilnya. Ambil produk yang ada di daftar belanja dan lanjutkan. Karenanya penting bagi produk keju lain di pasar untuk dapat dikenali secara instan sebagai produk keju oleh konsumen.


Apabila Anda nekat untuk tidak menghiraukan pola-pola makna yang ada dalam benak konsumen Anda yang dapat mempengaruhi performa produk Anda, seperti yang dilakukan Prochiz, target market Anda dapat tidak mengenali produk Anda sebagai produk keju.




Kemasan yang tampak jauh dari ekspektasi masyarakat keju membuat Prochiz keluar dari radar konsumen saat membeli produk keju. Prochiz kemudian mendesain ulang kemasan produknya dengan harapan meningkatkan visibility produknya. Kemasan baru keju Prochiz ini tampak berbeda dari Kraft walaupun menggunakan palette warna biru dan kuning yang sama. Namun apakah perbedaan identitas masih dalam toleransi yang bisa diterima oleh target market?




Dari sudut pandang desainer visual peniruan atribut identitas merk mungkin adalah hal yang paling dihindarkan, dan sejujurnya saya lebih menghargai pendekatan yang dilakukan Prochiz untuk menjadi berbeda. namun bagi seorang marketing, saya dapat melihat mengapa hal ini adalah sesuatu yang mengutungkan, bahkan cerdas untuk dilakukan... karena saya bagaimana pun apabila harus memilih antara Prochiz atau Chessy atau Diamond, saya akan memilih Cheesy atau Diamond, untuk alasan sederhana bahwa saya pernah mencoba produk mereka karena saat berbelanja saya tidak benar-benar memeperhatikan merk produk yang saya ambil.

kata kuncinya disini adalah: pernah mencoba. :D



Artikel ini ditulis sebagai tugas mata kuliah Social Studies, Program S2 Creative & Media Entreprise, International Design School.


Reference:
http://mix.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=116

Tuesday, January 10, 2012

Bagaimana KFC Indonesia tetap seksi di usia 32 tahun

Sabtu kemarin aku mendapat kesempatan untuk brain picking marketing strategist KFC Indonesia saat kuliah metodology reasearch. Kuliah yang dibawakan sangat menarik yaitu 'Bagaimana KFC Indonesia tetap seksi setelah 32 tahun di Indonesia'.

Tidak banyak orang yang berpikir bagaimana KFC Indonesia mempertahankan pesonanya sejak awal berdiri pada tanggal 18 Oktober 1979 dengan satu buah outlet di melawai dengan system QSR, (Quick Service Restaurant) hingga bisa menjadi sebuah restoran dengan 420 outlet di Indonesia. Kesuksesan KFC ini tentunya tidak lepas dari berbagai strategi marketing KFC Indonesia yang inovatif untuk terus menerus memupuk cinta konsumen-nya, "kesalahan itu tipis kala cinta itu tebal, itulah the power of love" demikianlah rumus bapak Maman, PR dari KFC Indonesia.

dan inilah beberapa marketing strategi dari KFC Indonesia yang terbukti sukses memenangkan hati konsumen Indonesia, sehingga KFC Indonesia berhasil menempati posisi tertinggi di benak konsumen, dibandingkan dengan merk utama lainnya, berdasarkan survei BITS.

KEEP IT INTERESTING

Walaupun KFC Indonesia memiliki produk unggulan ayam Colonel’s Original Recipe dan Hot & Crispy, yang merupakan ayam goreng terlezat menurut berbagai survei konsumen di Indonesia. Namun KFC Indonesia tidak hanya puas dengan resep andalannya itu, sehingga berbagai inovasi menu baru selalu diluncurkan untuk memberikan pilihan dan variasi untuk konsumen, sehingga konsumen tidak bosan dengan menu yang itu-itu saja.

LOCATION, LOCATION, LOCATION

Bisnis jual ayam saat ini tamapak tidak dapat dilepaskan dari lokasi properti, demikianlah salah satu strategi andalan KFC Indonesia. Lokasi restoran menjadi salah satu strategi penting di era persaingan saat ini, sehingga pada Tahun 2009 KFC mulai berfokus pada restoran bertipe ‘free standing’ yang lebih seksi. Sehingga di mal KFC Indonesia mengutamakan menempatkan outletnya di lantai dasar dari pada lokasi di lantai lainnya. Kelebihan dari strategi ini antara lain adalah untuk meningkatkan ‘visibility’ brand KFC, dan memudahkan aksesibilitas konsumen, keleluasaan jam buka dan tutup restoran, keleluasaan akses saat akan diadakan event, dll.

FASTFOOD SEHAT

Adalah dua kata yang tidak Anda harapkan untuk muncul dalam satu kalimat, namun KFC Indonesia berhasil untuk menggabungkan keduanya. Melalui kegiatan CSR-nya KFC Indonesia bekerja sama dengan petani lokal untuk membina dan menjual hasil beras organik dari petani. Selain berkontribusi secara positif melalui program CSR-nya KFC Indonesia juga dengan sukses memberikan kesan yang positif untuk Image merk KFC Indonesia, sebagai restoran fastfood yang lebih sehat.

HARGA

Banyaknya restoran fastfood di Indonesia membuat harga menjadi faktor pertimbangan yang cukup sensitif untuk konsumen. Sehingga persaingan harga-pun tak dapat dihindari. KFC Indonesia menghadapi persaingan harga ini dengan membuat paket-paket hemat yang selain terjangkau juga memberikan value untuk konsumen dalam memilih menu di KFC.

SATU-SATUnya TUJUAN

Mengapa membuat konsumen Anda pergi ke berbagai tempat jika Anda bisa memenuhi semuanya? Buatlah Anda menjadi satu-satunya tempat tujuan. Pada tahun 2008 KFC mulai memperkenalkan restoran berkonsep ‘one-stop’, lengkap dengan berbagai fasilitas antara lain, internet corner, self-service booth, dan KFC CafĂ© counter yang terpisah dari counter utama KFC.

MUSIC STORE

Siapakah yang berpikir untuk menjual CD Music di restoran?
KFC Indonesia lah jawabannya.

KFC Indonesia mulai menjual CD pada awal 2007 untuk masuk ke komunitas remaja. Untuk menggaet pasar anak muda yang mudah berpindah-pindah merk ini, KFC Indonesia merangkul industri musik. Karena musik adalah bahasa yang universal. Tujuannya adalah untuk membentuk komunitas dan meningkatkan transaksi di outlet tentunya. Dengan kelebihan jangkauan distribusinya hingga ke 420 outlet, KFC Indonesia sukses memasarkan CD musik melalui Restoran KFC, Dimana konsumen yang makan di KFC akan dihibur dengan musik-musik yang dijual di KFC dan dapat langsung membelinya saat memesan makanan dengan harga yang terjangkau juga mendapat berbagai macam bonus. Kerja sama dengan industri musik ini secara tidak langsung juga memberikan pengaruh positif terhadap image merk KFC dengan kesan hip dan muda sesuai dengan komunitas anak muda yang ingin dituju KFC Indonesia.

KFC a.m

Agar tidak ketinggalan dari kompetitornya yang kini menyediakan menu sarapan, maka KFC-pun membuka layanan baru yaitu KFC a.m. KFC Indonesia dengan jam buka lebih awal (mulai jam 05.00-10.00) dan berbagai pilihan menu sarapan. Dengan jam buka restoran yang lebih lama tentunya akan mendatangkan transaksi lebih banyak. Namun menurut saya hal yang lebih penting adalah: Jika kompetitor Anda menyajikan sarapan untuk konsumen Anda, artinya... konsumen Anda membutuhkan 'seseorang' untuk menyiapkan sarapannya, dan Anda sebaiknya 'ada disana' untuk menyajikan sarapan untuk konsumen Anda.

FAST FASTFOOD

Sebagai restoran fastfood maka kecepatan penyajian KFC Indonesia adalah janji yang tersirat yang telah diharapkan oleh konsumen. Sehingga tahun 2011, KFC Indonesia menguji coba cara sistem pemesanan baru yang diharapkan akan membuat penyajian fastfood Anda bahkan lebih cepat lagi.

Demikianlah berbagai strategi bisnis KFC Indonesia yang terus menerus memupuk cinta di hati konsumennya, tidak heran KFC Indonesia berhasil menempati posisi 'Top of mind Awareness' dalam benak konsumen selama beberapa tahun berturut-turut.

Apakah Anda juga terus memupuk cinta konsumen Anda terhadap merk Anda?

Artikel ini ditulis sebagai tugas mata kuliah Research metodology, S2 Creative & Media Entreprise, International Design School